NURSING TERORI TRANSCULTURAL NURSING / KEPERAWATAN LINTAS BUDAYA

TEORI MADELEINE LEININGER


A.    Sejarah Teori
Dr. Madeline Leininger, seorang perawat yang ahli antropologi, mempunyai andil besar dalam meningkatkan riset dalam perawatan trans-kultural dan dalam merangsang program-program studi yang erat kaitannya. Ia adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang pemimpin dalam mengembangkan keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan yang berfokus pada manusia. Leininger juga adalah seorang perawat professional pertama yang meraih pendidikan doctor dalam ilmu antropologi social dan budaya.Madeline Leininger lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir keperawatannya setelah tamat dari program diploma di St. Anthony·s School of Nursing di Denver.Pada tahun 1950 ia meraih gelar sarjana dalam ilmu biologi dari ´Benedictine College, Atchison Kansas dengan peminatan pada studi filosofi dan humanistik. Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut ia bekerja sebagai instruktur, staf perawatan dan kepela perawatan pada unit medikal bedah serta membuka sebuah unit perawatan psikiatri yang baru dimana ia menjadi seorang direktur pelayanan keperawatan pada St. Joseph·s Hospital di Omaha. Selama waktu ini ia melanjutkan pendidikan keperawatannya di Creigthton University di Omaha. Tahun 1954 Leininger meraihgelar M.S.N. dalam keperawatan psikiatrik dari Chatolic University of America diWashington, D. C. Ia kemudian bekerja pada College of Health di Univercity of Cincinnati, dimana ia menjadi lulusan pertama (M. S. N ) pada program spesialis keperawatan psikiatrik anak . Ia juga memimpin suatu program pendidikan keperawatan psikiatri di universitas tersebut dan juga sebagai pimpinan dalam pusat terapi perawatan psikiatri di rumah sakit milik universitas tersebut. Leininger bersama C. Hofling pada tahun 1960 menulis sebuah buku yang diberi judul Basic Psiciatric Nursing Consept yang dipublikasikan ke dalam sebelas bahasa dandigunakan secara luas di seluruh dunia. Selama bekerja pada unit perawatan anak diCincinnati, Leininger menemukan bahwa banyak staff yang kurang memahami mengenai faktor-faktor budaya yang mempengaruhi perilaku anak-anak. Dimana diantara anak-anak ini memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Ia mengobservasi perbedaan- perbedaan yang terdapat dalam asuhan dan penangananpsikiatri pada anak-anak tersebut. Terapi psikoanalisa dan terapi strategi lainnya sepertinya tidak menyentuh anak-anak yang memiliki perbedaan latar belakang budaya dan kebutuhan. Leininger melihat bahwa para perawat lain juga tidak menampilkan suatu asuhan yang benar-benar adekuat dalam menolong anak tersebut,dan ia dihadapkan pada berbagai pertanyaan mengenai perbedaan budaya diantara anak-anak tersebut dan hasil terapi yang didapatkan. Ia juga menemukan hanya sedikit staff yang memiliki perhatian dan pengetahuan mengenai faktor-faktor budaya dalam mendiagnosa dan manangani klien. Suatu ketika, Prof. Margaret Mead berkunjung pada departemen psikiatri University of Cincinnati dan Leiniger berdiskusi dengan Mead mengenai adanya kemungkinan hubungan antara keperawatan dan antropologi. Meskipun ia tidak mendapatkan bantuan langsung, dorongan, solusi dari Mead , Leininger memutuskan untuk melanjutkan studinya ke program doktor (Ph.D) yang berfokus pada kebudayaan,sosial, dan antropologi psikologi pada Universitas Washington. Sebagai seorang mahasiswa program doktor, Leininger mempelajari berbagai macam kebudayaan dan menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu sangat menarik dan merupakan area yangperlu diminati oleh seluruh perawat. Kemudian ia menfokuskan diri pada masyarakat Gadsup di Eastern Highland of New Guinea, dimana ia tinggal bersama masyarakat tersebut selama hampir dua tahun. Dia dapat mengobservasi bukan hanya gambaran unik dari kebudayaan melainkan perbedaan antara kebudayaan masyarakat barat dan non barat terkait dengan praktek dan asuhan keperawatan untuk mempertahankan kesehatan. Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat Gad sup, Ia terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno nursing. Teor idan penelitiannya telah membantu mahasiswa keperawatan untuk memahami perbedaan budaya dalam perawatan, manusia, kesehatan dan penyakit. Dia telah menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong banyak mahasiswa dan fakultas untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan menghubungkan pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan transkultural. Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan bidang perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada manusia telah menyokong dirinya selama 4 dekade. Tahun 1950-an sampai 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area umum dari pengetahuan dan penelitian antara perawatan dan anthropologi: formulasi konsep keperawatan transkultural, praktek dan prinsip teori. Bukunya yang berjudul Nursing and anthropology : Two Words to Blend, yang merupakan buku pertama dalam keperawatan transkultural, menjadi dasar untuk pengembangan bidang keperawatan transkultural, dan kebudayaan yang mendasari perawatan kesehatan. Buku yang berikutnya,Transcultural Nursing : Concepts, theories, research, and practise (1978), mengidentifikasi konsep mayor, ide-ide teoritis, praktek dalam keperawatan transkultural, bukti ini merupakan publikasi definitif pertama dalam praktek perawatan treanskultural. Dalam tulisannya, dia menunjukkan bahwa perawatan transkultural dan anthropologi bersifat saling melengkapi satu sama lain, meskipun berbeda. Teori dan kerangka konsepnya mengenai Cultural care diversity and universality dijelaskan dalam buku ini. Sebagai perawat profesional pertama yang melanjutkan pendidikan ke jenjang doktor dalam bidang antropologi dan untuk memprakarsai beberapa program pendidikan magister dan doktor, Leininger memiliki banyak bidang keahlian dan perhatian. Ia telah memepelajari 14 kebudayaan mayor secara lebih mendalam dan telah memilikipengalaman dengan berbagai kebudayaan. Disamping perawatan transkultural dengan asuhan keperawatan sebagai fokus utama , bidang lain yang menjadi perhatiannya adalah administrasi dan pendidikan komparatif, teori-teori keperawatan, politik,dilema etik keperawatan dan perawatan kesehatan, metoda riset kualitatif, masadepan keperawatan dan keperawatan kesehatan, serta kepemimpinan keperawatan. Theory of Culture Care saat ini digunakan secara luas dan tumbuh secara relevan serta penting untuk memperoleh data kebudayaan yang mendasar dari kebudayaanyang berbeda.

B.     Konsep Teori
1.      Pengertian
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang memfokuskan  perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai perilaku caring dalam asuhan keperawatan. Nilai sehat dan sakit didasarkan keyakinan, dan pola-pola prilaku dengan tujuan untuk mengembangkan badan pengetahuan dan keilmuan untuk memberikan praktek asuhan keperawatan pada budaya yang spesifik dan universal. (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.
2.      Konsep Transcultural Nursing
a.       Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
b.       Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
c.       Culture care diversity (Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan) merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi.
d.      Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberianbantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang memungkinkanuntuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan padasuatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.
e.       Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
f.        Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
g.       Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia
h.       Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.
i.         Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
j.         Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
k.       Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
l.         Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

C.    Paradigma Keperawatan Transkultural
Leininger  mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).
a.    Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun
dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
b.    Kesehatan
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama
yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
c.    Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan prilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu fisik, sosial dan simbolik (Andrew & Boyle, 1995).  Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau yang diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukimam padat dan iklim. Lingkungan fisik dapat membentuk budaya tertentu misalnya bentuk rumah di daerah panas yang banyak lubang dengan bentuk rumah orang Eskimo hampir tertutup rapat (Andrew & Boyle, 1995). Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu atau kelompok kedalam masyarakat yang lebih luas seperti keluarga, komunitas dan tempat ibadah. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk atau symbol yang  menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa atau atribut yang digunakan. Penggunaan lingkungan simbolik bermakna bahwa individu memiliki tenggang rasa dengan kelompoknya seperti : penggunaan bahasa pengantar, identifikasi nilai-nilai dan norma serta penggunaan   atribut-atribut seperti pemakaian ikat kepala, kalung, anting, telepon, hiasan dinding atau slogan-slogan. (Andrew & Boyle, 1995) 
d.   Keperawatan
Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada klien dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit (Andrew & Boyle, 1995).  Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan sesuai dengan budaya klien. Asuhan keperawatan diberikan sesuai dengan karakteristik ruang lingkup keperawatan, dikelola secara profesional dalam konteks budaya klien dan kebutuhan asuhan keperawatan  Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan /mempertahankan budaya, mengakomodasi/menegosiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien  (Leininger, 1984).
a.    Cara 1 : Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah  dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolah raga setiap pagi.
b.    Cara 2 : Negosiasi budaya yaitu intervensi dan implementasi keperawatan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien yang sedang hamil mempunyai pantangan makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
c.    Cara 3 : Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatannya. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

D.    Asuhan Keperawatan Transkultural
Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruh ikesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garisputus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/ tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidaktampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leiningera dalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 : Model konseptual Asuhan Keperawatan Transultural

Pendekatan proses keperawatan digunakan oleh perawat pelaksana dalam melakukan asuhan keperawatan transkultural. Pengelolaan asuhan keperawatan transkultural dengan menggunakan proses keperawatan mulai pengkajian, menegakkan diagnosa, intervensi dan implementasi sampai evaluasi .


a.        Pengkajian
          Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai latar belakang budayanya.(Alligood MR & Tomey AN, 2006). Pengkajian dilakukan terhadap respon adaptif dan maladaptif untuk memenuhi kebutuhan dasar yang tepat sesuai dengan latar belakang budayanya. Pengkajian  dirancang  berdasarkan 7 komponen yang ada pada “ Leininger’s Sunrise models” dalam teori keperawatan transkultural Leininger yaitu :
1.   Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan manusia untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan maka perawat perlu mengkaji berupa : persepsi klien tentang penggunaaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari bantuan kesehatan, persepsi sehat-sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan. Alasan klien tidak mau operasi dan klien memilih pengobatan alternatif. Klien mengikuti tes laboratorium darah dan memahami makna hasil tes tersebut.
2.   Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors)
Agama adalah suatu sistem symbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang amat realistic  bagi para pemeluknya. Sifat relistis merupakan ciri khusus agama. Agama  menyediakan motivasi kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya diatas segalanya, bahkan di atas kehidupan sendiri.  Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti  : agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan, beriktiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh, status pernikahan, persepsi klien terhadap kesehatan dan cara beradaptasi terhadap situasinya saat ini, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan penularan kepada orang lain.
3.   Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan ( Kinship & Social factors)
Pada faktor sosial dan kekeluargaan  yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama panggilan di dalam keluarga, umur atau tempat  dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga misalnya arisan keluarga, kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat misalnya : ikut kelompok olah raga atau pengajian.
4.   Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup  (Cultural values & Lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk.Norma adalah aturan sosial atau patokan prilaku yang dianggap pantas. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan  gaya hidup adalah : posisi dan jabatan misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang digunakan, bahasa non verbal yang ditunjukkan klien, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang biasa dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, misalnya sakit apabila sudah tergeletak dan tidak dapat pergi ke sekolah atau ke kantor.
5.   Faktor kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku (Political and             Legal   factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok dalam asuhan keperawatan transkultural (Andrew & Boyle, 1995), seperti peraturan dan kebijakan dapat berkaitan dengan jam berkunjung, klien harus memakai baju seragam, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, hak dan kewajiban klien yang harus dikontrakkkan oleh rumah sakit, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6.   Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang pada umumnya dimanfaatkan klien antara lain : asuransi, biaya kantor, tabungan dan patungan antar anggota keluarga. Faktor ekonomi yang perlu dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan , kebiasaan menabung dan jumlah tabungan dalam sebulan. Faktor ekonomi dapat ikut menentukan pasien atau keluarganya dirawat di ruang yang sesuai dengan daya embannya.
7.   Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Di dalam menempuh pendidikan formal tersebut terjadi suatu proses eksperimental. Suatu proses menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dimulai dari keluarga dan selanjutnya dilanjutkan kepada pendidikan di luar keluarga.( Leininger, 1984 ) Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannnya. Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan klien meliputi tingkat pendidikan klien dan keluarga, jenis pendidikannnya, serta kemampuan klien belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang  kembali.
b.        Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, dirubah, atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger & Davidhizar, 1995 ; Andrew & Boyle, 1995). Respon klien yang ditegakkan oleh perawat dengan cara mengidentifikasi budaya yang mendukung kesehatan, budaya yang menurut klien pantang untuk dilanggar, dan budaya yang bertentangan dengan kesehatannya. Budaya yang mendukung kesehatan antara lain olah raga teratur, membaca atau suka makan sayur. Budaya yang menurut klien pantang untuk dilanggar seperti hal yang tabu dilakukan atau makanan pantang. Budaya yang bertentangan dengan kesehatan misalnya merokok. Menurut Giger & Davidhizar, (1995)  dan  Andrew & Boyle (1995) terdapat tiga diagnosa keperawatan transkultural yang sering ditegakkan yaitu gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interksi sosial berhubungan dengan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
c.         Perencanaan dan Implementasi
Perencanaan dan implementasi adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien  (Giger & Davidhizar, 1995 ; Andrew & Boyle, 1995). Perencanaan dan implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai pedoman Leininger (1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu : perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural care preservation/maintenance)  bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses keperawatan
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
   Cultural care accomodation /negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan kliendan standar etik.
  Cultural care repartening/reonstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikandan melaksanakannya.
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawatdan klien yang bersifat terapeutik.
d.        Evaluasi  
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

E.     Kelebihan dan kekurangan Teori Transkultural dari Leininger :
1.             Kelebihan :
a.    Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan pengetahuan kepada perawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang berbeda.
b.    Teori ini sangat berguna pada setiap kondisi perawatan untuk memaksimalkan pelaksanaan model-model teori lainnya (teori Orem, King,Roy, dll).
c.    Penggunaan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan berdampak terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit.
d.   Penggunanan teori transcultural dapat membantu perawat untuk membuat keputusan yang kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.
e.    Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan pengembangan praktek keperawatan .
2.             Kelemahan :
a.       Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri dan hanyadigunakan sebagai pendamping dari berbagai macam konseptual model lainnya.
b.      Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi masalahkeperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya.

DAFTAR PUSTAKA


Alligood, MR & Tomey AN. (2006) Nursing Theorist and Their Work, Sixth Edition, St. Louis Mosby
Andrews, M & Boyle, J.S. (1995) Transcultural Concepts in Nursing Care,Second edition,   Philadelphia, J.B Lippincot Company.
Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2009-2011/editor, T.Heather Herdmen ; alih bahasa, Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.—Jakarta : EGC, 2010
Fitzpatrick,J.J & Whall, A.L. (1998) Conceptual Models Of Nursing : Analysis and Application, Normalk : Appleton & Lange.
Geiger & Davidhizar, (1995) Transcultural Nursing Assessment and Intervension, Second edition, St Louis Mosby.
Johnson, M., & Maas,M (eds).(2004) Nursing Outcomes  Classification (NOC) (4nd ed.). St. Louis: Mosby
Leininger, M. & Mcfarland,M.R (2002). Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research, and Practier, McGraw-Hill.
McCloskey, J.C., & Bulechek, M.C (Eds.).(2004). Nursing Intervention Classification (NIC) (4nd ed.). St. Louis: Mosby
Nusring theories : the base for professional nursing practice/editor, Julia B.George.-4th ed. 1995 Appleton & Lange
Potter, Patricia A, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktik/Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry, alih bahasa, Yasmin Asih...(et al); editor edisi bahasa indonesia, Devi Yulianti. Monica.---Ed.4—Jakarta : EGC
Leininger, M. 2002. Journal of transcultural nursing. http//tcm.sagepub.com


Read Users' Comments (0)

0 Response to " "

Posting Komentar